Rabu, 30 Juni 2010

Metode Mengajar Yang Mengasikkan, Menyenangkan, dan Menghasilkan

Foxfire: Metode Mengajar Yang Mengasikkan, Menyenangkan, dan Menghasilkan

Filosofi konstruktivisme perlu diketahui guru. Metode pembelajaran inquiry, discovery, dan juga contextual learning, perlu diperkenalkan dan dilatihkan kepada para guru kita. Leadership kepada sekolah juga perlu memberi dukungan terhadap perubahan di sekolah

(Prof. Suyanto, Ph.D, Universitas Negeri Yogyakarta: Kompas, 6 Oktober, 2003

Ada satu metode mengajar yang cukup unik, yang sebenarnya sangat mungkin dapat dicoba untuk diterapkan dalam proses belajar mengajar di dalam kelas. Karakteristik ”siswa aktif” amat menonjol dalam metode ini. Demikian juga dengan karakteristik ”menyenangkan”. Pendek kata metode ini dapat diterapkan di dalam proses belajar mengajar yang menggunakan pendekatan PAKEM. Metode ini dikenal dengan nama foxfire.

Pengertian

Metode foxfire sebenarnya merupakan metode penugasan atau pemberian tugas kepada peserta didik untuk melakukan kajian kemasyarakatan ke suatu daerah, kemudian hasil kajian itu disusun dalam bentuk tulisan singkat, dan akhirnya diterbitkan sebagai bentuk laporan. Tentu saja, materi penugasan tersebut adalah yang terkait dengan materi pelajaran yang diajarkan.

Tujuan

Tujuan yang akan dicapai dengan menggunakan metode ini adalah untuk (1) meningkatkan kesadaran siswa tentang pentingnya menjaga warisan sosial dan budaya masyarakat, (2) meningkatkan keterampilan siswa dalam proses pengumpulan data, dan (3) meningkatkan keterampilan menulis.

Latar Belakang (Amerika Serikat) berusaha mengajarkan mengarang yang lebih relevan kepada para siswanya dengan cara melibatkan mereka dalam kegiatan studi tentang daerah pegunungan di daerah itu, yakni terntang masyarakat dan adat-istiadatnya. Karangan karya para siswa itu kemudian diterbitkan oleh sebuah majalah. Para siswa menamakan cara ini dengan istilah foxfire, setelah para siswa berhasil menulis karangan tentang keindahah bunga pegunungan di daerah itu. Para siswa menyambut cara ini dengan penuh semangat. Mereka secara aktif mengumpulkan data dan membuat karangan tentang apa yang mereka temukan di daerah itu. Penerbitan hasil karya mereka telah memberikan dorongan kepada mereka untuk bekerja dengan keras, bekerja sama untuk mencapai hasil yang bermanfaat. Sejak itulah banyak penerbit yang membukukan hasil karya siswa, dan sejak saat itu foxfire banyak ditiru oleh berbagai proyek, tidak saja di Amerika Serikat, tetapi juga di seluruh dunia. Foxfire telah mengubah data yang telah terkumpul menjadi karya yang dapat disumbangkan dalam bentuk informasi yang berharga tentang daerah itu, dan telah mendorong siswa untuk bekerja keras, baik dalam pengumpulan data maupun dalam penulisan karangan yang akan diterbitkan.

Persyaratan, Kebaikan, dan Kelemahan

Ada dua persyaratan utama untuk dapat menerapkan metode foxfire ini. Pertama, guru harus bersedia untuk bekerja sama dengan siswa sebagai mentor yang membimbing dan memberikan petunjuk kepada siswa. Kedua, hasil kegiatan pengumpulan data harus diadministrasikan dengan baik untuk memudahkan pekerjaaan guru dan siswa.

Metode mengajar ini memiliki kelebihan yang luar biasa. Pertama, para siswa akan memiliki keterampilan dalam proses pengumpulan data lapangan. Kedua, para siswa akan memiliki keterampilan dalam menulis. Ketiga, terjadi kerja sama sinergis antara sekolah dengan penerbit. Keempat, memberikan bekal keterampilan kepada siswa untuk dapat memperoleh penghasilan melalui menulis. Kelima, jika hasil karya siswa tersebut dapat diterbitkan dan laku dijual, maka kegiatan siswa ini akan dapat menghasilkan pendapatan yang luar biasa (generate income).

Meskipun demikian, metode mengajar ini memang memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut. Pertama, memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga menyulitkan bagi Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum untuk membuat jadwal yang dapat mengakomodasi pelaksanaan metode ini. Kedua, memerlukan guru yang benar-benar memiliki kemampuan untuk membimbing siswa untuk dapat menulis.

Langkah-langkah Kegiatan Penerapan Metode Mengajar

Langkah-langkah proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PAKEM dapat dilakukan sebagai berikut:

Langkah pertama: Persiapan. Sudah barang tentu, pendidik telah menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagai persiapan formal untuk menerapkan metode mengajar ini. Guru juga telah mempersiapan semua perangkat media, alat, dan prasyarat lain yang diperlukan untuk melaksanakan metode ini, misalnya (1) surat perizinan (jika diperlukan), (2) contoh instrumen wawancara yang akan digunakan oleh siswa, (3) contoh tulisan tentang kisah seorang pekerja keras yang berhasil di suatu desa, contoh ”Petani Pepaya” (Kompas, 19 April 2007), ”Pedagang Bunga”, dan sebagainya. Metode mengajar ini akan dilaksanakan dengan membawa siswa untuk mengikuti oubond ke suatu daerah pedesaan. Anak-anak selama sehari atau dua hari untuk mengumpulkan data dan informasi tentang mata pencaharian penduduk, dan kemudian menuliskan tentang apa-apa yang dapat diperoleh dari kegiatan tersebut. Langkah persiapan ini dilakukan oleh guru jauh sebelum proses pembelajaran dimulai.

Langkah kedua: Membuka pelajaran (appersepsi atau set induction). Jangan lupa memberikan salam kepada semua siswa. Beritahukan kepada siswa bahwa untuk pelajaran kali ini, para siswa akan diajak untuk melaksanakan proses belajar mengajar dengan metode yang belum pernah dilakukan, yakni yang disebut sebagai foxfire. Berikan kepada siswa tentang metode foxfire ini secara jelas. Metode mengajar ini sudah cukup efektif dapat dilaksanakan untuk siswa kelas tinggi di Sekolah Dasar, misalnya kelas V dan VI. Topik mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang akan diajarkan misalnya adalah ”Mata Pencaharian”. Ada beberapa informasi yang harus disampaikan kepada siswa.

1. Guru menjelaskan bahwa para siswa dalam waktu sehari dua hasil akan diajak untuk mengumpulkan data tentang mata pencaharian penduduk desa. Para siswa diberikan keterampilan untuk mengumpulkan data dengan cara melakukan wawancara dengan masyarakat desa. Bahkan kalau perlu melakukan observasi partisipatif, misalnya ikut memerah susu sapi, ikut menanam padi, atau ikut membuat barang-barang keterampilan, dan sebagainya. Metode ini dalam beberapa hal sama dengan metode widyawisata atau sinau wisata, atau sekarang banyak dikenal dengan outbound di daerah alam pegunungan, di daerah pedesaan. Kalau perlu untuk melaksanakan kegiatan ini dibentuk panitia kecil, atau pembagian tugas untuk pekerjaan-pekerjaan yang dapat dilakukan oleh siswa dengan didampingi oleh dewan pendidik.

2. Untuk dapat menulis tentang data yang berhasil dikumpulkan, para siswa diberikan keterampilan dasar tentang menulis. Misalnya membuat kalimat aktif secara singkat dalam bentuk S/P/O atau subyek-predikat-obyek. Anak-anak dibiasakan dapat menulis kalimat aktif, singkat dan tidak bertele-tele. Guru menjelaskan metode 5H dan 1W atau enam aspek yang penting dalam membuat karangan, yakni apa, dimana, siapa, when, mengapa, dan bagaimana. Apa yang terjadi, dimana kejadian itu, siapa yang terlibat dalam kejadian itu, kapan terjadinya, mengapa hal itu terjadi, dan bagaimana proses kejadian itu.

3. Hal yang sangat penting untuk dijelaskan kepada siswa adalah tentang rencana penerbitan semua tulisan yang dihasilkan dari kegiatan ini. Kalau ada penerbit yang akan menerbitkan tulisan tersebut, maka sekolah akan menerbitkan dalam bentuk buletin sekolah, atau juga dapat dipajangkan di majalah dinding yang dikelola oleh para siswa.

Langkah Ketiga: Guru dan siswa berangkat ke daerah yang telah ditetapkan. Dengan bimbingan beberapa guru yang dilibatkan dalam kegiatan ini, siswa mulai melakukan kegiatan pengumpulan data dengan menggunakan instrumen wawancara yang telah diberikan kepada siswa. Ada beberapa siswa yang bertugas mengambil gambar dengan menggunakan handycam dan tustel yang sengaja mereka bawa. Dengan semangat, para siswa mecari dan menemui responden yang telah ditetapkan. Minimal siswa harus dapat mewawancari, misalnya 5 (lima) responden di daerah itu. Jika ada kesempatan, para siswa dapat melakukan kegiatan observasi partisipatif bersama penduduk di daerah itu, misalnya ikut menanam padi, ikut memanen kopi, ikut memerah susu sapi, dan kegiatan lainnya. Kegiatan ini akan lebih dapat memberikan pengalaman belajar yang sangat menyenangkan dan mengesankan bagi siswa. Setelah kegiatan pengumpulan data dan informasi selesai dilaksanakan, maka para guru dan siswa kembali ke sekolah dengan menggunakan transportasi yang telah disiapkan. Selama perjalan pulang pergi para siswa dan guru dapat bernyanyi dengan girangnya. Pesawat televisi di bus biasanya dapat memutar lagu-lagu karaoke yang sangat bermanfaat untuk kegiatan yang menyenangkan ini. Lagu-lagu dan permainan pramuka dapat juga digunakan untuk menggairahkan semangat para siswa.

Langkah keempat: Pengolahan data dan informasi yang berhasil dikumpulkan kemudian dapat dilakukan di sekolah. Para siswa mengisi tabel yang telah disiapkan, menjumlah data statistik, menghitung prosentase, mengumpulkan foto yang berhasil dicetak, bahkan dapat pula membuat grafik yang diperlukan. Dari hasil pengolahan data dan informasi itulah kemudian dibuatkan tulisan. Para guru perlu memberikan bimbingan kepada siswa bagaimana menulis dengan baik. Berikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk melakukannya sendiri. Jangan sekali-kali membuatkan tulisan untuk siswa. Biarkan siswa membuat konsepnya, lalu berikan kepada teman lainnya untuk membaca dan mengoreksi tulisan tersebut. Tulisan itu dikoreksi juga oleh para guru. Akan lebih baik lagi jika semua itu dapat dikerjakan di ruang laboratorium komputer. Kalau para siswa belum mempunyai kemampuan menulis dengan mesin ketik atau menggunakan program Micorsoft Word di komputer, para siswa dapat menulis di kertas biasa. Itu sudah terlalu cukup.

Langkah Kelima: Adakan diskusi kelas untuk membahas hasil pekerjaan siswa tersebut. Berikan kesempatan kepada siswa yang diberikan tugas untuk menulis untuk menjelaskan tentang tulisan yang dihasilkan. Kemudian, berikan kepada semua siswa, atau kepada semua kelompok untuk memberikan komentar dan koreksi terhadap tulisan tersebut. Guru dapat memberikan komentar dan koreksi terhadap tulisan tersebut. Jangan sampai lupa memberikan apresiasi kepada para siswa yang telah melaksanakan kegiatan ini.

Langkah Keenam: Pajanglah semua hasil tulisan siswa tersebut di tempat yang telah ditentukan. Jangan sekali-kali ada tulisan yang tidak dipajang. Berikan kesempatan kepada kelas lain untuk menyaksikan hasil pekerjaan siswa. Ajak kepala sekolah dan guru lainnya untuk memberikan apresiasi terhadap hasil pekerjaan siswa.

Langkah ketujuh: Undang penerbit untuk kemungkinan dapat menerbitkan semua hasil tulisan siswa. Kalau bisa langsung dapat diterbitkan. Kalau perlu dapat diedit terlebih dahulu oleh tim yang dibentuk untuk itu. Kalau tidak dapat diterbitkan oleh penerbit, maka sekolah dapat menerbitkan dalam bentuk majalah sekolah, atau dapat dijadikan bahan untuk penerbitan majalan dinding di sekolah.

Jika hasil tulisan siswa memang layak diterbitkan menjadi buku yang laku dijual di pasar, maka tidak mustahil sekolah akan memperoleh keuntungan yang tidak kecil dari kegiatan ini. Demikian juga dengan siswa. Kalau metode ini dapat berjalan dengan lancar, maka uang yang diperoleh dari kegiatan ini dapat digunakan untuk mengadakan peralatan yang diperlukan oleh siswa, misalnya papan soft board, rak display, dan kalau perlu dapat untuk menambah koleksi bukau di perpustakaan sekolah. Alangkah indahnya kalau ini dapat dicapai. Siapa bilang sekolah tidak dapat memperoleh income yang merupakan hasil dari kristalisasi keringat, para guru dan siswanya. Begitulah kata Tukul? Mudah-mudahan.

Refleksi

Metode mengajar ini memang masih terasa agak asing bagi kebanyakan guru di negeri ini. Tetapi, jika para pendidik dapat mencoba untuk menerapkannya, maka metode itu akan membuat proses pembelajaran berlansung lebih unik dan menarik. Pada awalnya, mungkin akan terasa sulit, karena semua permulaan itu memang sulit. All beginning is difficult. Alah bisa karena biasa. Itulah kuncinya. Mudah-mudahan.

www.suparlan.com.

Bahan Bacaan:

Rice, Marion J. 1987. Modul-modul Ilmu Pengetahuan Sosial Untuk Kurikulum dan Pengajaran. Malang: P3TK, Direktorat Pendidikan Guru dan Tenaga Teknis.

Depok, 19 April 2007

Sumber: http://www.suparlan.com/pages/posts/foxfire-metode-mengajar-yang-mengasikkan-menyenangkan-dan-menghasilkan93.php


pembelajaran PAKEM

a. Pengertian PAKEM

Menurut Sidi (2005:71) “PAKEM adalah singkatan dari pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan”.

“Pakem sebagai singkatan pembelajaran aktif, kreatif, dan menyenangkan merupakan pendekatan pengajaran yang mendudukkan siswa sebagai pelaku utama kegiatan pembelajaran” (Karim, 2006:34).

Dalam PAKEM, semua siswa dikondisikan untuk terlibat langsung secara aktif dalam semua kegiatan pembelajaran. Dengan kondisi ini, siswa dituntut kemandiriannya untuk mengalami sendiri objek dan peristiwa yang dipelajari sambil berinteraksi, berkomunikasi, dan melakukan refleksi dalam setiap kegiatan pembelajaran. Tanggung jawab belajar ada pada pundak siswa dan peran guru hanya sebatas ‘learning facilitator’ (pemerakarsa kondisi belajar).

Aktif pengembang pembelajaran ini beranggapan bahwa belajar merupakan proses aktif merangkai pengalaman untuk memperoleh pemahaman baru. Siswa aktif terlibat di dalam proses belajar mengkonstruksi sendiri pemahamannya. Teori belajar konstruktivisme merupakan titik berangkat pembelajaran ini. Atas dasar itu pembelajaran ini secara sengaja dirancang agar mengaktifkan anak. Di dalam implementasinya, seorang guru harus merancang dan melaksanakan kegiatan-kegiatan atau strategi-strategi yang memotivasi siswa berperan secara aktif di dalam proses pembelajaran. Mengapa pembelajaran harus mengaktifkan siswa? Hasil penelitian menunjukkan bahwa kita belajar 10% dari yang kita baca, 20% dari yang kita dengar, 30% dari yang kita lihat, 50% dari yang kita lihat dan dengar, 70% dari yang kita ucapkan, dan 90% dari yang kita ucapkan dan kerjakan serta 95% dari apa yang kita ajarkan kepada orang lain (Dryden & Voss, 2000). Artinya belajar paling efektif jika dilakukan secara aktif oleh individu tersebut.

Sementara itu, Kreatif dimaksudkan sebagai penghasil karya baru sebagai hasil pemikiran sendiri atau kelompok. Karya-karya ini dapat berbentuk tulisan, gambar, grafik, charta, table, atau metode tiga dimensi. Untuk beberapa siswa mungkin mengalami kesulitan untuk menghasilkan karya nyata namun anak-anak ini hanya dapat menghasilkan karya dalam bentuk gagasan, pendapat, dan ucapan. Pada tahap awal, karya ini dapat berbentuk tiruan dan pada tahap lanjutan, karya tiruan ini dapat dimodifikasi sesuai keperluan atau menghasilkan karya yang sama sekali baru, hasil pemikiran orisinal. Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) juga dirancang untuk mampu mengembangkan kreativitas. Pembelajaran haruslah memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, inisiatif, dan kreativitas serta kemandirian siswa sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologisnya. Kemandirian dan kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh semua bentuk pembelajaran. Dengan dua bekal itu setiap orang akan mampu belajar sepanjang hidupnya. Ciri seorang pembelajar yang mandiri adalah:

a. mampu secara cermat mendiagnosis situasi pembelajaran tertentu yang sedang dihadapinya.

b. mampu memilih strategi belajar tertentu untuk menyelesaikan masalah belajarnya.

c. memonitor keefektivan strategi tersebut. Dan

d. termotivasi untuk terlibat dalam situasi belajar tersebut sampai masalahnya terselesaikan

Selanjutnya, tentang pengertian Efektif dimaksudkan sebagai efektifitas pencapaian tujuan pembelajaran. Setiap kegiatan pembelajaran senantiasa diarahkan pada pencapaian kompetensi-kompetensi tertentu sehingga keberhasilan kegiatan pembelajaran didasarkan pada seberapa jauh tujuan pembelajaran dicapai. Yang terakhir, makna menyenangkan dimaksudkan agar setiap kegiatan pembelajaran diarahkan pada kegiatan yang menyenangkan yang melibatkan semua siswa seperti permainan (game), brainstorming (urun gagasan), brainwriting (urun tulisan), bermain peran, dan kegiatan menyenangkan lainnya. Prinsip ini sesuai dengan peran pedagogis bahwa belajar dalam suasana senang. Jadi berdasarkan pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) adalah salah bentuk metode mengajar yang didalamnya terdapat pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Melalui kegiatan pembelajaran yang bersifat interaksif, siswa dapat berpikir lebih banyak untuk dirinya sendiri, dan memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan sikap untuk persiapan kehidupan masa depannya.

Menyenangkan pembelajaran yang dilaksanakan haruslah dilakukan dengan tetap memperhatikan suasana belajar yang menyenangkan. Mengapa pembelajaran harus menyenangkan? Dryden dan Voss (2000) mengatakan bahwa belajar akan efektif jika suasana pembelajarannya menyenangkan. Seseorang yang secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya memerlukan dukungan suasana dan fasilitas belajar yang maksimal. Suasana yang menyenangkan dan tidak diikuti suasana tegang sangat baik untuk membangkitkan motivasi untuk belajar. Anak-anak pada dasarnya belajar paling efektif pada saat mereka sedang bermain atau melakukan sesuatu yang mengasyikkan. Menurut penelitian, anak-anak menjadi berminat untuk belajar jika topik yang dibahas sedapat mungkin dihubungkan dengan pengalaman mereka dan disesuaikan dengan alam berpikir mereka. Yang dimaksudkan adalah bahwa pokok bahasannya dikaitkan dengan pengalaman siswa sehari-hari dan disesuaikan dengan dunia mereka dan bukan dunia guru sebagai orang dewasa. Apa lagi jika disesuaikan dengan kebiasaan mereka dalam belajar.

Selain itu dalam pembelajaran Model Pakem, seorang guru mau tidak mau harus berperan aktif, proaktif dan kreatif untuk mencari dan merancang media/bahan ajar alternatif yang mudah, murah dan sederhana. Tetapi tetap memiliki relevansi dengan tema mata pelajaran yang sedang dipelajari siswa. Penggunaan perangkat multimedia seperti ICT sungguh sangat ideal, tetapi tidak semua sekolah mampu mengaksesnya. Tanpa merendahkan sifat dan nilai multimedia elektronik, para guru dapat memilih dan merancang media pembelajaran alternatif dengan menggunakan berbagai sumber lainnya, seperti bahan baku yang murah dan mudah di dapat, seperti bahan baku kertas/plastik, tumbuh-tumbuhan, kayu dan sebagainya, guna memotivasi dan merangsang proses pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan. Dimana Media dan bahan ajar, selalu menjadi penyebab ketidak berhasilan sebuah proses pembelajaran di sekolah. Sebuah harapan yang selalu menjadi wacana di antara para pendidik/guru kita dalam melaksanakan tugas mengajar mereka di sekolah adalah tidak tersedianya ’media pembelajaran dan bahan ajar’ yang cukup memadai. Jawaban para guru ini cukup masuk akal. Seakan ada korelasi antara ketersediaan ’media bahan ajar’ di sekolah dengan keberhasilan pembelajarn siswa. Kita juga sepakat bahwa salah satu penyebab ketidak berhasilan proses pembelajaran siswa di sekolah adalah kurangnya media dan bahan ajar. Kita yakin bahwa pihak manajemen sekolah sudah menyadarinya. Tetapi, sebuah alasan klasik selalu kita dengar bahwa ”sekolah tidak punya dana untuk itu”!. Oleh karena itu seorang giri haruslah memiliki kekretifitasan yang tinggi dalam mengajarnya Dalam merancang sebuah media pembelajaran, aspek yang paling penting untuk diperhatikan oleh seorang guru adalah karakteristik dan modalitas gaya belajar individu peserta didik, seperti disebutkan dalam pendekatan ’Quantum Learning’ dan Learning Style Inventory’. Media yang dirancang harus memiliki daya tarik tersendiri guna merangsang proses pembelajaran yang menyenangkan. Sementara ini media pembelajaran yang relatif cukup representatif digunakan adalah media elektronik (Computer – Based Learning). Selanjutnya skenario penyajian’bahan ajar’ harus dengan sistem modular dengan mengacu pada pendekatan Bloom Taksonomi. Ini dimaksudkan agar terjadi proses pembelajaran yang terstruktur, dinamis dan fleksibel, tanpa harus selalu terikat dengan ruang kelas, waktu dan/atau guru. Perlu dicatat bahwa tujuan akhir mempelajari sebuah mata pelajaran adalah agar para siswa memiliki kompetensi sebagaimana ditetapkan dalam Standar Kompetensi (baca Kurikulum Nasional). Untuk itu langkah/skenario penyajian pembelajarn dalam setiap topik/mata pelajaran harus dituliskan secara jelas dalam sebuah Modul. Dengan demikian diharapkan para siswa akan terlibat dalam proses pembelajaran tuntas (Mastery Learning) dan bermakna (Meaningful Learning).